Minggu, 18 November 2012

KUPU-KUPU

KUPU-KUPU


kupu-kupu tidak pernah tau apa warna sayap mereka,
tetapi orang-orang tau betapa indahnya mereka

seperti juga dirimu,
kamu tidak tahu betapa indahnya dirimu,
tapi Allah tahu betapa istimewanya dirimu dimata-Nya.

ketika engkau tunduk dalam Syariat-Nya,
Ridho atas takdir-Nya
TERSENYUM dalam MUSIBAH
TEGAR dalam UJIAN
TEGUH dalam PENDIRIAN

SUBHANALLAH

 semoga engkau termasuk orang yang terpilih menjadi 
hamba-Nya yang paling indah dimata-Nya.

AMIN YARABBAL ALAMIN

SELASA*

(bagimu) SELASA ibarat kuncup bunga yang tertunggu mekarnya. SELASA membesitkan hal terindah yang selalu mengingatkanmu pada petang saat matahari overaktif terbenam dilaut jingga kala itu. SELASA adalah hari yang menggebukan sepucuk tanaman segar untuk tumbuh menjulang ke atas. SELASA adalah semangat. SELASA adalah kobaran riuh-riuh api yang membara. itu BAGIMU. sedetik demi sedetik. semenit demi semenit. sejam demi sejam kau tunggu saat pergantian hari di Senin tengah malam. SELALU. tak pernah ALFA. selalu HADIR. kau selalu MENUNGGUNYA. SELASA bagai KEKASIHMU. yang setia kau tunggu kapanpun ia ingin hadir untuk menemanimu.

oh SELASA, janganlah pernah berpaling untuk tidak lagi membumbungkan semangatnya...

abu-abu bagai kabut senja

malam ini tiga cangkir teh kiranya telah menemani risauku. kerinduan yang kau siratkan melalui sikapmu yang hilang tanpa salam dan jejak merupakan suatu alasan mengapa aku sampai seperti ini. diam..melamun..tak sesuap nasipun mau ku lahap dan kubengkalaikan siapapun yang mencoba memperhatikanku. namun dalam hati aku berada dalam keramaian yang sulit sekali ku raba untuk mencari dimana kamu kini.
vito.. apakah perbincangan kita tentang pengaduan perasaan dimalam mendung itu yang membuatmu abu-abu? seperti kabut yang tatkala sering menodong pegunungan kala dingin dan senja tiba. kamu hilang bak debu yang tersapu lirih angin kencang sore itu saat kita berjalan bersama ditepi trotoar.
mungkin, semisal kita berada diletak kota yang sama, aku masih menyimpan secercah perasaan tenang mengenai kabarmu. setidaknya kamu masih berada dekat denganku, tidak jauh, tidak berbeda langit.
jika pada mulanya, kau memilih cara untuk menghapus kejadian saat dipelataran sore itu dengan cara lain, cara yang tak sampai menyebabkan baretan luka dihati seseorang (aku), ku pastikan semua tidak memperparah situasi. terbesit kau disana sudah lenyapppp. bye bye vito. chia akan selalu membesitkan namamu dalam hatinya.. meskipun T____T

Kamis, 15 November 2012

Bekerja untuk hidup atau hidup untuk bekerja ?

haiiiii ....
aku punya satu pertanyaan simple, meskipun sederhana tapi menurut aku cukup menguras otak untuk menjawabnya.
yupp!! coba kamu renungkan baik-baik, yang mana dari dua pernyataan atas judul blog ini yang kamu pilih ?
aku berinteraksi dengan banyak orang melalui pernyataan dari pertanyaan ini. kamu pilih mana ? bekerja untuk hidup atau hidup untuk bekerja ?
dannnnnn yaaa, hasil yang banyak diminati adalah yang pertama : bekerja untuk hidup. Nah ini dia.. Bukankah kita memang bekerja agar dapat membiayai kehidupan kita? Bukankah kita tidak dapat hidup apabila kita tidak bekerja mencari uang?
Lantas, bagaimana dengan "Hidup untuk Bekerja" ? "Oh, Tidak!" begitulah yang mungkin akan dikatakan banyak orang. Jika saya hidup untuk bekerja, lantas bagaimana saya bisa menikmati hidup ini? Bukankah hidup sejatinya adalah untuk dinikmati? Bukankah bekerja hanyalah salah satu dari berbagai aspek yang ada dalam kehidupan? Bukankah bagian terindah kehidupan kita adalah berasa bersama orang-orang yang kita cintai, yang berarti jauh dari dunia kerja?
Sesungguhnya, kedua pernyataan tersebut mewakili dua paradigma yang berbeda. Mereka yang menganut "Bekerja untuk Hidup" melihat pekerjaan sebagai konsekuensi yang mau tak mau harus dilakukan sebagai sebuah syarat terpenting agar bisa hidup. Dengan demikian, pekerjaa itu sendiri, sesungguhnya, hanyalah sebuah cara untuk membiayai hidup. Jadi, seandainya ada cara lain yang bisa kita lakukan untuk membiayai hidup, selain harus bersusah payah bekerja, maka cara itulah yang akan kita ambil.
Jika begitu, secara tersirat kita bisa mengatakan bahwa, dalam hal ini, bekerja telah menjadi semacam keharusan, menjadi sesuatu yang mau tak mau harus kita ambil agar bisa bertahan hidup.
Sekarang, coba kamu renungkan paradigma kedua: Hidup untuk Bekerja. Bukankah kamu hidup didunia ini karena sebuah maksud? Bukankah Allah tidak pernah menciptakan kita (manusia) dengan sia-sia? Nah, apabila Allah tidak menciptakan sesuatu secara sia-sia, maka kehadiran kita di dunia ini pastilah sudah dirancang sedemikian rupa agar dapat memberikan manfaat sebanyak mungkin makna bagi manusia lain.


Dengan bekerja, kita akan menemukan bakat,
potensi, dan jati diri kita sebagai manusia.
Dengan bekerja, kita akan menemukan keunikan kita,
sesuatu yang membedakan kita dengan orang lain,
sesuatu yang benar-benar khas kita,
sesuatu yang menjadikan alasan Allah 
"menciptakan" kita ke dunia ini.








"KERJA"

KERJA
karya : Kahlil Gibran


Bila engkau bekerja dengan cinta
itu berarti engkau menenun dengan sutra dari hatimu,
seakan kekasihmu sendiri yang mengenakannya.


Bila engkau bekerja dengan cinta
itu berarti engkau menabur dalam kelembutan,
memetik dengan sukacita,
seakan kekasihmu sendiri yang menikmatinya
di meja perjamuan.


Kerja adalah cinta yang nyata, kasih yang tampak.
Dan jika engkau tak  bisa bekerja dengan cinta,
tetapi dengan rasa enggan,
maka baiklah bagimu meninggalkan tempat kerjamu,
dan duduk dipinggir jalan sambil mengemis sedekah.


Sebab jika engkau bekerja sambil bersungut-sungut,
sebenarnya engkau tengah menabur racun 
ke dalam adonan rotimu.


Dan jika engkau bekerja setengah hati,
sebenarnya engkau tengah membuat roti busuk
yang membuat sakit perut.


Bahkan jika engkau menyanyikan lagu bidadari,
tetapi jika engkau berdendang tanpa cinta,
maka tembangmu hanya membuat bising telinga orang saja.